Senin, 31 Januari 2011

Foto Familly





Kamis, 27 Januari 2011

Puisi untuk IBU

Ibu...
adalah wanita yang telah melahirkanku
merawatku
membesarkanku
mendidikku
hingga diriku telah dewasa

Ibu...
adalah wanita yang selalu siaga tatkala aku dalam buaian
tatkala kaki-kakiku belum kuat untuk berdiri
tatkala perutku terasa lapar dan haus
tatkala kuterbangun di waktu pagi, siang dan malam

Ibu...
adalah wanita yang penuh perhatian
bila aku sakit
bila aku terjatuh
bila aku menangis
bila aku kesepian

Ibu...
telah kupandang wajahmu diwaktu tidur
terdapat sinar yang penuh dengan keridhoan
terdapat sinar yang penuh dengan kesabaran
terdapat sinar yang penuh dengan kasih dan sayang
terdapat sinar kelelahan karena aku

Aku yang selalu merepotkanmu
aku yang selalu menyita perhatianmu
aku yang telah menghabiskan air susumu
aku yang selalu menyusahkanmu hingga muncul tangismu

Ibu...
engkau menangis karena aku
engkau sedih karena aku
engkau menderita karena aku
engkau kurus karena aku
engkau korbankan segalanya untuk aku

Ibu...
jasamu tiada terbalas
jasamu tiada terbeli
jasamu tiada akhir
jasamu tiada tara
jasamu terlukis indah di dalam surga

Ibu...
hanya do'a yang bisa kupersembahkan untukmu
karena jasamu
tiada terbalas

Wanita Cahaya Syurga

kerlip bintang mampu menghapus putus asa itu….
matahari yang bersinar bisa menutupi kesedihannya…
senyumannya yang menyejukan jiwa, laksana bulan purnama bercahaya terang…
kesendirianku terhampus lembaran kebahagiaan yang dia berikan…
cahayanya bagaikan segumpal cahaya yang mampu menerangi seluruh alam…
tatapan matanya yang bersinar seperti air yang menampakkan wajah cantiknya…
setetes demi setetes air wudhu membasahai raganya…
doa demi doa menyiram hatinya…
ketika sayap-sayapnya terbakar,dia berusaha membuat sayapnya itu utuh!…
kesabarannya setia menemani hariku yang ceria….
dia yang selalu menyalakan cahaya-cahaya yang redup dalam hidupku…
dia selau menaruh sepotong harapannya agar dunia semakin bersyukur dan bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan terutama pada anak-anaknya…
dia yang selalu mengajarkan dunia untuk mngerti kingkungannya terutama pada anak-anaknya…
karena dia adalah wanita cahaya syurga yang selalu membuat kita mngerti apa arti dari saling menghargai dan arti dari saling membahagiakan…

Selasa, 25 Januari 2011

Tes Kerusakan dan Tutorial Service Power Supply

Tes Kerusakan

Artikel ini adalah lanjutan dari Prosedur Perbaikan Komputer Yang Mati Total dimana salah satu bagian yang bertanggung jawab terhadap supply daya adalah unit ini. Pengujian atau tes kerusakan power supply merupakan langkah penting karena sering terjadi bahwa power supply dianggap rusak tanpa melakukan tes sebelumnya. Jika dintinjau dari segi fisik, bagian yang paling sering rusak pada unit ini adalah resistor, transistor daya dan elco. Power supply dikenal juga sebagai Catu Daya dan PSU.
Kesulitan utama dalam memahami bahwa power supply rusak adalah tidak ada pesan apa-apa pada monitor mengenai kerusakannya. Restart ulang komputer tidak akan pernah menyelesaikan masalah jika unit ini rusak. Hanya satu tandanya yaitu komputer mati total. Tetapi ingat bahwa komputer mati total penyebabnya bukan satu-satunya pada power supply, masih banyak penyebab lain.

Dalam pengalaman saya, penyebab pertama kerusakan catu daya ini karena usia komputer yang sudah tua. Untuk menguji kerusakan power supply Anda dapat melakukannya sendiri. Ada 3 cara tes PSU yang biasa saya gunakan;

1. secara manual menggunakan multimeter
2. menggunakan power supply tester untuk melakukan tes PSU otomatis.
3. Tes manual dengan menghubungkan ujung kabel output tertentu.

Ketiga metode ini sama-sama efektif untuk pengujian power supply sehingga yang mana yang Anda pilih benar-benar terserah pada Anda. Namun ada pengecualian bahwa nomor 1 dan 2 menggunakan alat bantu yang harus dibeli sedangkan nomor 3 alat bantunya tidak dibeli, cukup kabel kecil sepanjang 10-15 cm. Cara nomor 3 inilah yang akan kita bahas kali ini.
Langkah-langkahnya;

1. Lepaskan kabel listrik PSU dari stop kontak.
2. Lepaskan kabel output PSU dari Mainboard.
3. Pasang kembali kabel listik (AC) PSU sehingga dalam PSU terdapat aliran listrik.
4. Siapkan kabel penghubung sepanjang 10-15 centimeter yang kedua ujungnya dikupas.
5. Pegang kabel out utama dari PSU, lalu hubungkan ujung kabel WARNA HIJAU dengan HITAM (yang penting hitam) dari salah satu kabel itu. Ingat! Yang jadi titik tolak logika adalah menghubungkan ujung kabel HIJAU dengan kabel lain. Sebenarnya boleh juga antara hijau dan merah, hijau dan kuning, yang penting salah satunya adalah HIJAU. Lihat caranya pada gambar dibawah ini.

6. Jika pada langkah 5 diatas kipas PSU bergerak/jalan maka PSU masih baik. Jika tidak jalan maka PSU rusak. Itu saja, sangat simpel caranya.

SANGAT PENTING ! : Hati-hati ketika menguji power supply, karena disini Anda menguji secara manual. Metode di atas melibatkan pasokan listrik tegangan tinggi, jika Anda tidak sangat berhati-hati Anda bisa menyetrum diri sendiri dan / atau merusak PSU Anda. Saya tidak mengatakan ini untuk menakut-nakuti Anda, tetapi prinsip ketelitian dan kehati-hatian sangat penting dalam bekerja.

Cara Memperbaiki Power Supply

Power Supply Komputer merupakan sumber listrik utama yang menyediakan tegangan + 12V, -12V, + 5V, -5V, dan sinyal POR (Power On Reset) untuk mengaktifkan motherboard. Daya maksimal yang dapat di konsumsi oleh power supply ini sekitar 200 watt dengan tegangan masuk sebesar 220 V AC dari PLN. Dengan efisiensi yang sangat tinggi power supply ini sekitar 200 watt dapat menyediakan tegangan sebesar + 5V dengan arus sekitar 15 – 20 A untuk keperluan peralatan digital motherboard, disk drive, hard disk, fan prosessor, CD-Rom Drive dan card-card yang dimaksudkan pada slot motherboard.

Bila beban power supply berlebihan, maka komputer akan tidak jalan atau bisa berjalan tetapi tidak normal terutama pada saat kelistrikan yang di butuhkan meningkat sampai limit. Kerusakan yang sering terjadi ialah akibat beban berlebihan, tegangan masuk yang tidak stabil, sistem ground yang tidak baik, dan sebab-sebab lain. Gangguan paling fatal untuk untuk power supply ialah bila tidak mengeluarkan tegangan sama sekali, walaupun sudah di beri tegangan masuk sesuai dengan kebutuhan. Cara praktis untuk memperbaiki power supply komputer dapat di lakukan sebagai berikut :
[1]. Lepaskan kotak power supply dari cassing agar memudahkan memeriksa rangkaian elektronik dan lepaskan seluruh kabel dari alat-alat lain. Bukalah kotak power supply sambil memeriksa fisik komponen elektronik, barangkali ada yang terbakar dapat diketahui.
[2]. Periksalah FUSE pada masukkan AC 220V dari sumber listrik luar, lepaskan FUSE tersebut dari soketnya dan ukur hubungan kawat pengamannya dengan ohm-meter pada posisi X1. Jarum ohm-meter harus menunjukkan nilai sekitar 0 ohm, yang berarti FUSE tersebut masih baik. Jika ohm-meter menunjukkan angka yang tak terhingga, berarti FUSE sudah putus, harus diganti baru. Jangan melakukan sambungan kawat pada FUSE yang sudah putus, karena batas arus lelehnya mungkin akan menjadi lebih besar dan akan menyebabkan kerusakan bagian lain.
[3]. Jika FUSE baik atau sudah diganti baru tetapi masih juga tidak dapat mengeluarkan tegangan DC, maka lanjutkan dengan memeriksa transistor power switching 2SC3039 (dua buah) yang bertugas sebagai kendali catu daya secara PWM. Lepaskan dua transisitor 2SC3039 tersebut dari PCB dan lakukan pemeriksaan kondisi masing-masing dengan multimeter. Bila salah satu transistor rusak untuk menggantinya sebaiknya keduanya diganti dengan transistor baru, agar karakteristiknya terjamin dan simetris, ketidakseimbangan karateristik dua transistor ini menyebabkan gangguan stabilitas tegangan DC yang dikeluarkan power supply.
[4]. Lepaskan diode brigde atau empat buah diode perata yang langsung meratakan arus listrik AC pada bagian masukkan, periksalah kondisi diode ini dengan multimeter. Kadang sering terjadi salah satu diode-nya bocor atau hubungan singkat, sehingga arus listrik AC ikut masuk ke rangkaian switching dan melumpuhkan power supply secara keseluruhan transistor power akan ikut rusak, terbakar. Bahkan jika tingkat kebocoran diode ini ini sangat besar, maka trafo switching akan meleleh, kawatnya terkelupas, dan terhubung singkat, kerusakan ini yang paling fatal.
[5]. Periksa juga transistor pembangkit pulsa “power on reset”, juga kapasisitor dan resistor yang terdapat pada rangkaian basis transistor tersebut. Jika rangkaian transistor ini bekerja dengan baik, maka seluruh hasil regulasi tegangan DC akan di reset oleh pembangkit PWM dan akibatnya power supply tidak mengeluarkan DC sama sekali. Gantilah transistor baru jika dari pengetesan transistor POR ini ternyata rusak. Begitu juga apabila kapasitor di test akan kering, nilainya berubah, maka harus di ganti baru dengan nilai yang persis sama dengan sebelumnya.
[6]. Karena Power Supply komputer umunya bekerja dengan temperatur yang lebih tinggi dari suhu ruangan, maka ada kemungkinan karena panas yang berlebihan menyebabkan solderan kaki-kaki komponen atau kabel-kabel ada yang terlepas. Periksalah seluruh solderan pada PCB Power Supply, lebih bagus lagi pastikan hubungannya di perbaiki dengan jalan di solder ulang dengan timah yang lebih lunak (encer, flux 60/40). Sehingga hubungan kabel atau kaki komponen yang mungkin longgar dapat di jamin bersambung kembali dan umumnya power supply akan dapat bekerja normal kembali.
[7]. Komponen aktif yang pengetesannya tidak dapat di lakukan dengan multimeter adalah ICTL494 yang bertugas sebagai pembangkit PWM untuk mengendalikan transistor power switching bekerja. IC ini hanya di test dengan membandingkan terhadap IC yang normal pada power supply yang lain yang sejenis. Pergunakan soket IC yang dicurigai rusak dengan IC pembanding yang masih bagus.
[8]. Bila proses pemeriksaan dan pergantian komponen yang rusak sudah dilakukan secara keseluruhan, maka cobalah power supply dihidupkan dengan memasang beban berupa disk drine saja. Periksalah apakah kipasnya berputar, ukur tegangan kabel yang berwarna kuning (+12), merah (+5), biru (-5), biru (-12), orange (POR) terhadap kabel warna hitam (ground). Bila parameter tegangan pada kabel-kabel tersebut sudah benar, matikan power supply dan gantilah bebannya dengan motherboard atau beban lengkap seperti semula, cobalah sekali lagi.

Tips Memperbaiki Memori (Ram) Komputer yg Rusak/Mati

Kali ini saya akan berbagi tips dan pengalaman saya tentang menangani memory PC (SDRAM, DDRAM) yang sudah anda anggap mati (asal tidak mengalami kerusakan fisik yang parah, misalnya terbakar atau hancur/patah), karena biasanya menurut yang saya lihat bila memory sudah di nyatakan mati oleh pemilik PC atau oleh teknisi komputer maka biasanya langsung saja di ganti dengan membeli memory yang baru, padahal masih ada kemungkinan memory tersebut di bikin hidup atau berfungsi lagi.

Berikut ini saya punya tips untuk menangani memory yang sudah di anggap mati tersebut berdasarkan pengalaman selama menggeluti dunia hardware, dengan akurasi dia atas 70 %, jadi misalnya anda memiliki 10 keping memory mati maka ada kemungkinan 7 keping masih bisa di selamatkan…cukup lumayankan? kita bisa menghemat uang beberapa ratus ribu untuk perkepingnya.

Ok, langsung saja siapkan memory mati tersebut, dan peralatan yang di perlukan adalah Avometer.
1. Bersihkan memory tersebut dengan cara menggosok pin-pin memory tersebut dengan kain dengan tujuan membersihkan, boleh juga diberi Tiner sedikit supaya lebih bersih dari debu, dan gesekan dengan kain tersebut juga akan memancing ion-ion pada pin memory menjadi tersimulasi agar konduktornya lebih aktif.
2. Arahkan skala Avometer pada Ohm (skala untuk mengukur hambatan), bebas boleh pada posisi 1K, 10K, 100K…
3. Ambil jarum negative (-) Avometer (kabel warna hitam) lalu tempelkan pada salah satu pin/kaki memory, dan jarum positive (kabel warna merah) gesekan pada pada kumpulan kaki-kaki IC/chipset memory ,bila memory memiliki 8 buah IC misalnya maka gesekan jarum (+) tersebut ke kaki-kaki 8 IC tersebut.
4. Selesai….silahkan coba pasang memory tersebut pada slotnya di Mainboard….!

Note:
Proses ini adalah memanfaatkan aliran arus listrik dari batere Avometer yang di alirkan ke dalam sirkuit-sirkuit IC/Chipset memory. Cara kerja proses ini adalah seperti halnya proses Clear CMOS pada Mainboard apabila Mainboard mengalami crash dan tidak mau hidup, yaitu terjadinya gangguan atau penyumbatan pada perjalanan arus listrik sehingga arus yang diperlukan untuk untuk pengaktifan suatu system tidak terpenuhi…. atau seperti ilustrasi orang yang pingsan atau koma lalu kita coba bangunkan dengan cara di pancing syaraf-syarafnya untuk aktif dan sadar dengan cara di siram air, di setrum..dsb

Ampunan-Mu

Kelam langit
Gelap menutupi malam
Taburan bintang berkedip
Hiasi gelapnya malam.

Dari sebuah surau
Bersama cahaya lentera
Menari-nari sebuah pena
Alirkan suara dihati

Gemuruh halilintar
Sekejap memecah sunyi
Kini bintang terselimuti awan
Basah rintik hujan pun tiba.

Seisi surau pun terbata
Melihat air tangis dari langit
Teriakl gemuruh petir menyambar
Cahaya kilat silaukan hati.

Di malam sunyi ini
Damai nan indah
Mengukir sejarah hidup
Dalam pena yang sederhana

Hari esok ku berharap
Hidupku tak segelap malam ini
Dalam genggaman–Mu ya Rabb
Ku menjerit memohon ampunan-Mu.

Benteng Portugis Jepara

Salah satu obyek wisata andalan di Jepara adalah Benteng Portugis yang terletak di Desa Banyumanis Kecamatan Keling atau 45 km di sebelah utara Kota Jepara, dan untuk mencapainya tersedia sarana jalan aspal dan transportasi regular.

LOKASI
Dilihat dari sisi geografis benteng ini nampak sangat strategis untuk kepentingan militer khususnya zaman dahulu yang kemampuan tembakan meriamnya terbatas 2 s/d 3 km saja. Benteng ini dibangun di ats sebuah bukit batu di pinggir laut dan persis di depannya terhampargate of portuguese fortress Pulau mondoliko, sehingga praktis selat yang ada di depan benteng ini berada di bawah control Meriam Benteng sehingga akan berpengaruh pada pelayaran kapal dari Jepara ke Indonesia bagian timur atau sebaliknya.

SEJARAH
Pada tahun 1619, kota Jayakarta / Sunda Kelapa dimasuki VOC Belanda, dan saat ini Sunda Kelapa yang diubah namanya menjadi Batavia dianggap sebagai awal tumbuhnya penjajahan oleh Imperialis Belanda di Indonesia. Sultan Agung Raja Mataram sudah merasakan adanya bahaya yang mengancam dari situasi jatuh nya kota Jayakarta ke tangan Belanda. Untuk itu Sultan Agung mempersiapkan angkatan perangnya guna mengusir penjajah Belanda.
Tekad Raja Mataram ini dilaksanakan berturut-turut pada tahun 1628 dan tahun 1629 yang berakhir dengan kekalahan di pihak Mataram. jepara Kejadian ini membuat Sultan Agung berpikir bahwa VOC Belanda hanya bisa dikalahkan lewat serangan darat dan laut secara bersamaan, padahal Mataram tidak memiliki armada laut yang kuat, sehingga perlu adanya bantuan dari pihak ketiga yang juga berseteru dengan VOC yaitu Bangsa Portugis.
Perjanjian kerja sama antara Mataram dan Portugis segera diadakan dan untuk tahap awal Portugis menempatkan tentaranya di benteng yang dibangun oleh Mataram pada tahun 1632. Benteng ini sangat efektif untuk menjaga lintas pelayaran ke kota Jepara yang menjadi Bandar utama Mataram untuk ekspor impor.
Kenyataan kerjasama Mataram dan Portugis tidak bisa direalisir untuk tujuan mengusir Belanda di Batavia bahkan tahun 1642 orang-orang Portugis angkat kaki dari benteng ini karena Malaka sebagai kota utama Portugis di Asia Tenggara justeru direbut oleh Belanda pada tahun 1641.

Monumen Benteng Portugis

Gerbang Benteng Portugis

Pulau Mandalika, Lokasi Benteng Portugis

Senin, 24 Januari 2011

Ratu Shima

Shima atau Ratu Shima adalah nama penguasa Kerajaan Kalingga, yang pernah berdiri pada milenium pertama di Jawa.Pada masa pemerntahan Ratu Shima,Kerajaan Kalingga menggapai masa kejayaannya. Tidak banyak diketahui tentangnya, kecuali bahwa ia sangat tegas dalam memimpin dengan memberlakukan hukum potong tangan bagi pencuri. Salah satu korbannya adalah keluarganya sendiri.

Syahdan, Kerajaan Kalingga, Nagari di pantura (pantai utara Jawa, sekarang di Keling, Kelet, Jepara, Jateng) beratus masa berlampau, bersinar terang emas,penuh kejayaan. Bersimaharatulah, Ratu Shima, nan ayu, anggun, perwira, ketegasannya semerbak wangi di antero nagari nusantara. Sungguh, meski jargon kesetaraan Gender belum jadi wacana saat itu. Namun pamor Ratu Shima memimpin kerajaannya luar biasa, amat dicintai jelata, wong cilik sampai lingkaran elit kekuasaan. Kebijakannya mewangi kesturi, membuat gentar para perompak laut. Alkisah tak ada nagari yang berani berhadap muka dengan Kerajaan Kalingga, apalagi menantang Ratu Shima nan perkasa. bak Srikandi, sang Ratu Panah.

Konon, Ratu Shima, justru amat resah dengan kepatuhan rakyat, kenapa wong cilik juga para pejabat mahapatih, patih, mahamenteri, dan menteri,hulubalang, jagabaya, jagatirta, ulu-ulu, pun segenap pimpinan divisi kerajaan sampai tukang istal kuda, alias pengganti tapal kuda, kuda-kuda tunggang kesayangannya, tak ada yang berani menentang sabda pandita ratunya. Sekali waktu, Ratu Shima menguji kesetiaan lingkaran elitnya dengan me-mutasi, dan me-Non Job-kan pejabat penting di lingkunganb Istana. Namun puluhan pejabat yang mendapat mutasi ditempat yang tak diharap, maupun yang di-Non Job-kan, tak ada yang mengeluh barang sepatah kata. Semua bersyukur, kebijakan Ratu Shima sebetapapun memojokkannya, dianggap memberi barokah, titah titisan Sang Hyang Maha Wenang.

Tak puas dengan sikap "setia" lingkaran dalamnya, Ratu Shima, sekali lagi menguji kesetiaan wong cilik, pemilik sah Kerajaan Kalingga dengan menghamparkan emas permata, perhiasan yang tak ternilai harganya di perempatan alun-alun dekat Istana tanpa penjagaan sama sekali. Kata Ratu Shima,"Segala macam perhiasan persembahan bagi Dewata agung ini jangan ada yang berani mencuri, siapa berani mencuri akan memanggil bala kutuk bagi Nagari Kalingga, karenanya, siapapun pencuri itu akan dipotong tangannya tanpa ampun!". Sontak Wong cilik dan lingkungan elit istana, bergetar hatinya, mereka benar-benar takut. Tak ada yang berani menjamah, hingga hari ke 40. Ratu Shima sempat bahagia.

Namun malang tak dapat ditolak. Esok harinya semua perhiasan itu lenyap tanpa bekas. Amarah menggejolak di hati sang penguasa Kalingga. Segera dititahkan para telik sandi mengusut wong cilik yang mungkin saja jadi maling di sekitar lokasi persembahan, sementara di Istana dibentuk Pansus,Panitia Khusus yang menguji para pejabat istana yang mendapat mutasi apes, atau yang Non Job diperiksa tuntas. Namun setelah diperiksa dengan seksama. Berpuluh laksa wong cilik tak ada yang pantas dicurigai sebagai pelaku, sementara pejabat istana pun berbondong, bersembah sujud, bersumpah setia kepada Ratu Shima. Mereka rela menyerahkan jiwanya apabila terbukti mencuri. Ratu Shima kehabisan akal.

Saat itu, Tukang istal kuda, takut-takut menghadap, badannya gemetar, matanya jelalatan melihat kiri kanan, amat ketakutan. "Maaf Tuanku Yang Mulia Ratu Agung Shima, perkenankan hamba memberi kesaksian, hamba bersedia mati untuk menyampaikan kebenaran ini. Hamba adalah saksi mata tunggal. Malam itu hamba menyaksikan Putra Mahkota mengambil diam-diam seluruh perhiasan persembahan itu. Maaf…," sujud sang tukang istal muda belia, mukanya seperti terbenam di lantai istana. "Apa, Putra Mahkota mencuri?!" Ratu Shima terperanjat bukan kepalang. Mukanya merah padam.. "Putraku, jawab dengan jujur, pakai nuranimu, benar apa yang dikatakan wong cilik dari kandang kuda ini?", tanya sang ibu menahan getar. Sang Putra Mahkota tiada menjawab, ia hanya mengangguk, lalu menunduk teramat malu. Ia mengharap belas kasih sang ibu yang membesarkannya dari kecil.

Sejenak istana teramat sunyi, hanya bunyi nafas yang terdengar, dan daun-daun jati emas yang jatuh luruh ke tanah. "Prajurit, demi tegaknya hukum, dan menjauhkan nagari Kalingga dari kutukan dewata, potong tangan Putra Mahkotaku, sekarang juga", perintah Sang Ratu Shima dengan muka keras. Seluruh penghuni istana dan rakyat jelata yang berlutut hingga alun-alun merintih memohon ampun, namun Sang Ratu tiada bergeming dari keputusannya. Hukuman tetap dilaksanakan. Hal itu dituliskan dengan jelas di Prasasti Kalingga, yang masih bisa dilihat hingga kini.

Berdasarkan Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa Ratu Shima berbesan dengan penguasa terakhir Tarumanegara.

Sejarah Kota Jepara

Jauh sebelum adanya kerajaan-kerajaan ditanah jawa. Diujung sebelah utara pulau Jawa sudah ada sekelompok penduduk yang diyakini orang-orang itu berasal dari daerah Yunnan Selatan yang kala itu melakukan migrasi ke arah selatan. Jepara saat itu masih terpisah oleh selat Juwana.

Asal nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang dikenal sangat tegas.

Menurut seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”, Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga.

Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka yang menjadi mata rantai perdagangan nusantara. Setelah Pati Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan /Fatahillah yang berkuasa (1521-1536). Kemudian pada tahun 1536 oleh penguasa Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan Pangeran Hadirin, suaminya. Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya geger perebutan tahta kerajaan Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada tahun 1549.

Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar NIMAS RATU KALINYAMAT.

Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Disamping itu juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.

Sebagai seorang penguasa Jepara, yang gemah ripah loh jinawi karena keberadaan Jepara kala itu sebagai Bandar Niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574. Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai “RAINHA DE JEPARA”SENORA DE RICA”, yang artinya Raja Jepara seorang wanita yang sangat berkuasa dan kaya raya.

Serangan sang Ratu yang gagah berani ini melibatkan hamper 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka, tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan tentara Kalinyamat.

Namun semangat Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa Portugis, yang di abad 16 itu sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai bangsa pemberani di Dunia.

Dua puluh empat tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, sang Ratu Kalinyamat mengirimkan armada militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan 300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini di pimpin oleh panglima terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai “QUILIMO”.

Walaupun akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan tentara Kalinyamat juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad 16 itu.

Sebagai peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang berasal dari Negeri Cina.

Menurut catatan sejarah Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di sebelah makam suaminya Pangeran Hadiri. Mengacu pada semua aspek positif yang telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal 10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala TRUS KARYA TATANING BUMI atau terus bekerja keras membangun daerah.

Tokoh - tokoh Jepara

* Ratu Shima
* Pati Unus
* Ratu Kalinyamat
* R.A. Kartini
* K.H. Ahmad Fauzan
* K.H. Nur Ahmad

Ratu Kalinyamat

Asal-Usul Pangeran dan Ratu Kalinyamat
Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, putri Sultan Trenggana, sultan Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat.

Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus.

Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putra Sultan Mughayat Syah raja Aceh (1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib.

Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kota Tegal, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri bupati Jepara, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kesultanan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri.

Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.

Kematian Pangeran Kalinyamat
Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan.

Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal Sultan Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal.

Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan.

Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewati Pringtulis. Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyang-moyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.

Ratu Kalinyamat Bertapa
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja, dengan sumpah tidak akan berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, bupati Pajang, karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang.

Hadiwijaya segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak. Ia pun mengadakan sayembara yang berhadiah tanah Mataram dan Pati. Sayembara itu dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Arya Penangsang tewas di tangan Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan, berkat siasat cerdik Ki Juru Martani.

Serangan Pertama Ratu Kalinyamat pada Portugis
Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin Sultan Adiwijaya sebagai raja. Meskipun demikian, Sultan tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.

Ratu Kalinyamat sebagaimana bupati Jepara sebelumnya (Pati Unus), bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Kerajaan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu.

Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.

Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.

Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.

Serangan Kedua Ratu Kalinyamat pada Portugis
Pada tahun 1564, Sultan Ali Riayat Syah dari Kesultanan Aceh meminta bantuan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Saat itu Demak dipimpin seorang bupati yang mudah curiga, bernama Arya Pangiri, putra Sunan Prawata. Utusan Aceh dibunuhnya. Akhirnya, Aceh tetap menyerang Malaka tahun 1567 meskipun tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal.

Pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.

Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, namun tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.

Meskipun dua kali mengalami kekalahan, namun Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".

Pengganti Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.

Semasa hidupnya, Ratu Kalinyamat membesarkan tiga orang pemuda. Yang pertama adalah adiknya, yaitu Pangeran Timur Rangga Jumena putra bungsu Sultan Trenggana yang kemudian menjadi bupati Madiun. Yang kedua adalah keponakannya, yaitu Arya Pangiri, putra Sunan Prawata yang kemudian menjadi bupati Demak. Sedangkan yang ketiga adalah sepupunya, yaitu Pangeran Arya Jepara putra Ratu Ayu Kirana (adik Sultan Trenggana).

Ayah Pangeran Arya Jepara adalah Maulana Hasanuddin raja pertama Banten. Ketika Maulana Yusuf raja kedua Banten meninggal dunia tahun 1580, putra mahkotanya masih kecil. Pangeran Arya Jepara berniat merebut takhta. Pertempuran terjadi di Banten. Pangeran Jepara terpaksa mundur setelah ki Demang Laksamana, panglimanya, gugur di tangan patih mangkubumi Kesultanan Banten.

CERITA RAKYAT DI SEPUTAR DAERAH JEPARA

ANALISIS CERITA RAKYAT JEPARA

1. Cerita Rakyat dalam Setting Pengetahuan Tradisional
Dunia kehidupan adalah “dunia” atau “semesta” yang rumit. Rumit karena terdiri dari entiti-entiti yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat secara kasab mata. Oleh masing-masing entiti itu, terjadi saling interaksi dan juga saling melahirkan masalah. Oleh karena itu, masalah dalam dunia kehidupan, tidak selamanya bisa dijelaskan berdasarkan akal sehat dan penalaran rasional, tetapi juga banyak peristiwa yang ternyata hanya bisa dimengerti berdasarkan intuisi dan spekulasi – oleh karena sifat masalahnya yang gaib dan tersembunyi.

Oleh karena secara fenomenologis menunjukkan hal itu, maka manusia membangun suatu pemahaman baru berdasarkan pengetahuan tradisional untuk menemukan rasa aman. Pengetahuan tradisional yang ternyata dapat membantu menumbuhkan kepercayaan-kepercayaan dan rasa aman itu, salah satunya bersumber dari cerita-cerita rakyat . Di dalam cerita rakyat itu, folk disadarkan lewat peristiwa masa lalu yang antara lain bersifat gaib, aneh, dan rumit, tetapi selalu ada jalan keluarnya. Transformasi pengetahuan tradisional lewat cerita-cerita rakyat itu, menandai adanya kepentingan akan nilai-nilai yang dapat mengukuhkan keberadaan imajinasi-imajinasi, intuisi-intuisi, dan spekulasi-spekulasi untuk menjawab masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang gaib, sakral, dan mencengangkan.
Apa yang ada dalam alam pikiran kolektif, selanjutnya terformulasi ke dalam sejumlah pandangan mendasar mengenai kehidupan. Formulasi pandangan itu, selanjutnya disebut sebagai nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya, sebagaimana dijelaskan oleh Koentjaraningrat dan Harsya W. Bahtiar (1969: 22) dapat ditinjau ke dalam empat pandangan yang terdapat dalam kehidupan manusia yaitu (1) pandangan manusia terhadap alam yang mengelilinginya; (2) pandangan manusia mengenai tempatnya dalam ruang dan waktu; (3) pandangan manusia terhadap arti kerja, dan (4) hubungan manusia dengan sesamanya.
Pandangan manusia terhadap alam yang mengelilinginya bertolak pada konsep kosmos. Kosmos itu terdiri dari gejala yang bermacam ragam: gejala hidup dan mati, jasmani dan rohani, gunung, tumbuh-tumbuhan, ruang dan waktu, hari dan tempat, siang dan malam. Semuanya tidak dilihat secara matematis, tetapi secara kualitatif dengan tingkat kekuatan serta kekudusannya masing-masing – karena penglihatan di sini lebih mengacu kepada hubungan emosi dan intuisi. Orientasi berfikir demikian mengandaikan bahwa sebetulnya tidak mungkin menghadapi dunia secara objektif dengan mengenakan ukuran-ukuran yang berlaku secara umum. Oleh karena itu kesadaran manusia terletak dalam tilikan (insight) mengenai hakekat hubungan manusia dengan kosmos. Hubungan di sini tidaklah dijelaskan melalui analisis dan sintesis, melainkan berdasarkan intuisi dan spekulasi untuk memperoleh kesatuan antara manusia (mikrokosmos) dengan dunianya (makro-kosmos) secara harmonis (lihat pula Poespowardojo, 1985: 201). Dalam pengertian yang lebih ke-kini-an, kepercayaan ini menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu tidak bisa melepaskan diri dari entiti-entiti yang bersifat gaib, dan karena itu manusia menjadi meyakini terhadap adanya kekuatan-kekuatan gaib. (Bandingkan pada Roberthein-Geldern, 1972: 2).
Pengetahuan-pengetahuan tradisional untuk memahami dan meyakini adanya kekuatan-kekuatan gaib, seringkali dibungkus oleh cerita-cerita mitos . Mitos itu sendiri perwujudannya berupa cerita-cerita (gaib) yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada masyarakat ybs. Cerita-cerita mitos diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi berikutnya dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk sebuah dunia tersendiri dan dengannya orang menjadi yakin adanya. Inti dari cerita-cerita mitos tersebut adalah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia, yakni lambang-lambang kebaikan dan kejahatan, hidup dan kematian, dosa dan pensucian, perkawinan dan kesuburan – sehingga dengan itu, masyarakat manusia memiliki pegangan mengenai bagaimana hidup itu dijalani.

Dalam bentuknya yang lebih disederhanakan, mitos-mitos itu terselip ke dalam cerita-cerita rakyat di dalam kisah tentang permulaan terbentuknya desa atau wilayah , maupun cerita-cerita kejadian istimewa lainnya dengan tokoh-tokoh yang luar biasa pula. Kesemuanya itu kemudian menjadi ingatan bagi warga masyarakat ybs tentang asal-usul, identitas, dan superioritas kelompok. Di sinilah cerita rakyat yang terkait dengan kisah asal-usul terbentuknya desa atau wilayah menjadi sangat penting, karena dengan itu orang menjadi tahu tentang identitas diri atau kelompoknya.
Tokoh yang istimewa yang menjadikan desa itu mewujud, ter-‘baptis’-kan sebagai hero bagi warga masyarakat yang bersangkutan. Dari konsep hero itulah kemudian lahir pemahaman bersama mengenai punden, yakni suatu tokoh yang dijadikan pepundian (pujaan) semi sakral yang oleh generasi sesudahnya dipahami berada dalam ruang istirah tertentu yang disebut makam. Dari pemahaman demikian, maka sang tokoh (hero) , yang berada dalam tempat istirah (makam) itulah pepunden yang diingat dan yang dipuja sebagai protektor bagi warganya. Sebagai protektor maka pepunden tidaklah “mati” tetapi ia ada dalam alam yang berbeda. Oleh karena dipersepsi demikian maka sesungguhnya antara warga masyarakat itu dengan pepundennya, dapat melakukan hubungan-hubungan simbolik. Hubungan-hubungan itu direkam ke dalam simbol-simbol kebudayaan yang terwujud ke dalam ritual manganan dan dalam upacara komunal tahunan yang dikenal dengan upacara sedekah bumi . Sedang upacara yang bersifat privat atau pribadi diwujudkan ke dalam nazaran atau janji yang diucapkan oleh alasan-alasan dan harapan-harapan tertentu. Semua tingkah laku simbolik tadi lantas disebut secara borongan sebagai tradisi. Oleh karena sebagai tradisi, maka masing-masing orang berusaha menjaganya. Demikian inilah corak dari pandangan dunia (worldview) masyarakat-masyarakat tradisional yang ada di mana saja, termasuk yang ada pada masyarakat Jawa pesisir utara, seperti masyarakat Jepara. Setiap pandangan dunia itu, memiliki struktur rasionalitasnya sendiri dan menunjukkan struktur mekanisme pemeliharaannya sendiri pula (Berger, 1994: 53). Memahami struktur rasionalitas dan struktur mekanisme pemeliharaan terhadap segala apa yang ditradisikan sebagaimana yang terekam pada cerita-cerita rakyat yang masih hidup di Jepara (lihat Bab III) merupakan hal penting yang perlu kita ketahui bersama.

2. Deskripsi Cerita Rakyat
Cerita rakyat sebagaimana yang terekam pada Bab III di depan, biasanya digubah dari bahan bahan sejarah atau disangkutpautkan dengan hal hal yang bersejarah, dengan bukti bukti seperti asal usul nama desa, senjata atau benda benda lain. Bukti bukti itu secara langsung atau tidak lang¬sung, berfungsi bagi sebagian besar kolektif yang menuturkannya sebagai identifikasi, kebanggaan diri maupun superioritas kelompok – sepertinya, demikian itulah faktanya. Hanya saja fakta di sini tentu bukanlah fakta sejarah (his storiografy) (Rusyana, 1971: 408). Fakta fakta dalam cerita rakyat adalah fakta yang dibangun atau disisipi oleh sejumlah kebebasan imajinasi penutur-nya, karena motif penyampaian fakta fakta itu cenderung berbeda dengan motif penuturan fakta menurut ilmu sejarah. Motif dalam cerita rakyat diarahkan kepada fungsi fungsi untuk apa cerita itu dari dan untuk kolektifnya. William Bascom (1965; dikutip pula oleh Danandjaja, 1984: 4) menun¬jukkan empat fungsi. Keempat fungsi itu ialah: (1) mencermin¬kan angan angan, ide ide kelompok; (2) sebagai sarana penge¬sahan pranata pranata dan sistem kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan; dan (4) sebagai alat pemaksa serta pengawas. Pada sisi lain, ia juga bisa berfungsi untuk memberi hiburan, mengukuhkan rasa setiakawanan kelompok, sebagai sarana menya¬takan protes sosial atau sebagai sarana memberikan tempat untuk melepaskan diri dari realitas yang dihadapi (lihat Dundes, 1965: 277, dikutip pula oleh Danandjaja, 1980: 151).
Umumnya suatu cerita rakyat yang hidup di antara masyarakat-masyarakat yang ada, memiliki versinya sendiri baik dalam hal nama nama tokoh, perwatakan [characters]; latar cerita [setting]; dan alur [plot] cerita. Cerita-cerita rakyat yang hidup di Jepara, bisa jadi mempunyai versi tersendiri yang berbeda dengan cerita-cerita rakyat serupa di luar Jepara. Yang menyamakan di antara versi versi cerita rakyat itu, ialah motif yang ingin disampaikan oleh penuturnya (Bandingkan pada Brunvand, 1968: 4), yaitu pendidikan tidak langsung kepada masyarakat (folk)-nya.
Deskripsi mengenai cerita rakyat yang membicarakan mengenai asal-usul desa atau daerah (13 buah) dilihat berdasarkan judul, tema, tokoh, dan pesan yang ingin disampaikan oleh cerita itu sbb:

Protagonis Antagonis
1 Asal-usul desa di Bangsri Iri hati -Ki Gede Bangsri
-Sunan Muria Ki Suranggoto Memperjuangkan kebenaran akan selalu menghadapi rintangan, dan harus berani berkorban.

2 Desa Cepogo Adu kepandaian -Subadra
-Srikandi
-Arjuna - Keutamaan orang adalah dari kepandaian yang dimiliki
3 Desa Bucu Idem Idem - Idem
4 Desa Sumanding Janji kesetiaan -Srikandi
-Arjuna Kebahagiaan berumahtangga berawal dari pernyataan janji setia
5 Desa Jlegong Perseruan antara jin dan manusia -Ratu Kalinyamat
-Nyai Singalelo -jin Brengkel Godaan untuk seorang pemimpin bisa datang dari makhluk gaib (jin)
6 Desa Sukodono Mendirikan suatu desa Kek Soguna Jagoan Troso Kebenaran mengalahkan kebatilan
7 Desa Klelet Kisah perjalanan Syeh Maulana Maghribi - Kebesaran seseorang tercermin pada kesediaan menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan
8 Desa Ujung-pandang Ekologi Pohon pandan - Nama desa bisa didasarkan pada ciri khas yang mudah diingat seperti banyaknya pohon pandan
9 Desa Welahan Perjalanan laut Dampoawang - Peninggalan milik hero dapat menjadi pengingat jasanya
10 Desa Ketileng Cinta tak sampai -Singalelo
-Kalinyamat - Jangan mencintai seseorang yang tidak mungkin sepadan sebab akan bertepuk sebelah tangan
11 Desa Tegalsambi & Telukawur Kesetiaan suami isteri -Syeh Jondan
-Bodrolangu
-Raja bujang - Jangan menghukumi sebelum jelas duduk masalahnya
12 Karimun-jawa Harapan orangtua terhadap anak -Sunan Muria
-Amir Hasan - Buah mangga tidak jauh jatuhnya dari pohonnya
13 Desa Ngasem Perjalanan tanpa tujuan Wanita yang tersesat - Setiap kesulitan di dalamnya pasti ada jalan keluarnya.

Dari tema asal-usul desa, berikutnya diikuti oleh cerita rakyat yang berkaitan dengan makam atau punden (pepunden) atau paling tidak, tempat itu dikeramatkan. Cerita-cerita rakyat yang berhasil dihimpun yang menunjukkan ke arah tema-tema itu dapat dideskripsikan sbb:

1 Punden Senopati Perang melawan penjajah -p. Senopati
-Kuda sembrani Membela negara adalah kewajiban
2 Makam Mbah Logo Kesaktian prempuan Mbah Logo
Makam orang sakti adalah keramat
3 Makam Mbah Lundu Kepatuhan Mbah Lundu
Kepatuhan merupakan tanda kehormatan diri
4 Makam Mbah Ngarang Kesaktian Mbah Ngarang
Orang yang memiliki kesaktian biasanya dapat memberi berkah kepada orang lain
5 Makam Mbah Buyut Sukun Cinta tak sampai -Mbah Buyut
-Wanita cantik
Orang yang jatuh cinta biasanya akan tunduk kepada yang dicintainya.
6 Makam Setinggil Mencari selamat dalam peperangan -Angkatan perang kerajaan Jepara
Tempat yang sering digunakan untuk berperang ternyata menunjukkan keramat
7 Makam R.A. Nurani Membantu orang miskin -R. Mursal
-R.Nurani Mencuri itu jelek, tetapi menolong orang lain meskipun dari barang curian, masih memberi manfaat.
8 Punden Gundil Semangat menyiarkan agama Wali Barangsiapa membangun tempat ibadah (masjid) maka ia akan dimuliakan Allah.
9 Punden Watu Lembu Kebersamaan Nyi Geyong Kebersamaan akan mendatangkan kekuatan untuk mencegah kejahatan.
10 Klentheng Pemujaan tokoh keramat Dampoawang Orang yang kurang percaya diri cenderung mencari keteguhan lewat tokoh yang dikeramatkan.

Sedang cerita yang berkaitan dengan kejadian-kejadian istimewa yang dikenali oleh sebagain penduduk Jepara terdeskripsi sebagai berikut:

1 Air terjun Sangga Langit Salah paham -orangtua
-anak
-menantu Meski pekerjaan itu sangat berat, tetapi orang tidak boleh menghindar, sebab menghindar akan mendatangkan masalah baru.
2 Gunung Truwili Permusuhan manusia dg setan -Kalinyamat
-Setan Truwili Setan di mana pun dan kapanpun akan berusaha mencelakakan manusia.
3 Kali Gelis Perjalanan Kali-nyamat dan Nyai Tumenggung -Kalinyamat
-Nyai T.Singalela
-Setan Brengkel Tuhan akan senantiasa menyertai orang-orang yang berjuang menegakkan kebenaran
4 Watu Ampar Anak yang tidak mengakui ibunya sendiri -Sam Po Kong
-Ibu Sam Po Kong -Restu ibu restu Tuhan, amarah ibu, amarah Tuhan.

Selain cerita-cerita rakyat di atas, masih ada cerita-cerita lain yang diingat oleh folknya seperti yang berkaitan dengan upacara-upacara tradisi manganan, sedekah bumi, sedekah laut, dan bahkan cerita yang menyangkut legenda Ki Betara Sungging. Legenda yang terakhir ini sangat mungkin hanya dimiliki oleh warga Jepara karena isi atau temanya menyangkut kisah seseorang yang menurunkan bakat (talensi) keahlian mengukir bagi orang Jepara. Hal demikian semakin memperjelas bahwa cerita-cerita rakyat yang diingat oleh folk-nya itu, memiliki motif-motif dan pesan-pesan yang ingin diturunkan kepada generasi berikutnya sebagai pendidikan tidak langsung.

3. Motif dan pesan dari Cerita Rakyat
Cerita-cerita rakyat sebagaimana yang terdeskripsikan di atas, di dalamnya selalu ada motif-motif dan pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh penuturnya. Motif maupun pesan pada setiap cerita rakyat, biasanya mengambil bentuk tersirat dan bersembunyi di balik peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi dari sang tokoh utama cerita itu. Berikut akan disajikan motif dan pesan cerita berdasarkan kategori temanya.

a. Motif dan Pesan dari cerita asal-usul Desa
Cerita asal-usul desa di kecamatan Bangsri, mengkisahkan perlawanan dua orang tokoh, yaitu Ki Ageng Bangsri dan Ki Suro Nggoto. Kedua tokoh ini ditampilkan seakan-akan melambangkan dua kecenderungan umum manusia yaitu bersaing memperebutkan kehormatan diri. Dalam rangka memperebutkan kehormatan itu, masing-masing menunjukkan keahlian dan kedigdayaan.
Ada unsur-unsur yang menarik dari kronik cerita ini, yaitu (a) kedua tokoh itu semula sama-sama menjadi murid Sunan Muria, (b) sehingga kedua tokoh itu (nenek moyang orang Bangsri) dinisbatkan sebagai orang santri, tetapi (c) tidak setiap orang santri terbebas dari sifat-sifat iri hati. Ki Suro Nggoto melakukan kekerasan oleh karena iri kepada kawan seperguruan yang diberi kesempatan oleh gurunya. Jalan yang ditempuh untuk mengekspresikan rasa itu ditunjukkan dengan cara mengganggu yaitu menciptakan ketegangan-ketegangan dan teror-teror agar peluang untuk mengadu keahlian kepada lawan (Ki Ageng Bangsri) dapat terjadi. Inilah pilihan untuk melakukan tindak kekerasan dalam rangka mencapai ambisinya: mempermalukan.
Pada segi lain, Ki Ageng Bangsri, bahkan gurunya yaitu Sunan Muria ingin memberi pelajaran kepada kawan atau muridnya yang membikin keonaran. Setiap orang yang melakukan kekerasan harus dibalas sesuai dengan perbuatannya. Tetapi dalam kenyataan, memperbaiki keadaan yang kurang baik itu tidak mudah. Untuk memperbaiki keadaan, ternyata harus ada pengorbanan. Pada kronik cerita di sini, Ki Ageng Bangsri terpaksa harus mengorbankan anaknya sendiri demi kepentingan lebih banyak orang.
Apa motif di balik cerita rakyat tersebut? Pertama adalah memberi kesadaran kepada folknya bahwa antara yang baik dan yang buruk selalu muncul sebagai kenyataan yang meliputi kehidupan manusia. Kedua, bahwa perselisihan manusia itu banyak bersumber dari rasa iri oleh akibat memperebutkan peluang. Rasa iri itu cenderung akan diikuti dengan tindakan-tindakan negatif. Ketiga, jika terjadi tindakan negatif yang membahayakan banyak orang, maka ia harus dicegah. Keempat, bahwa pencegahan terhadapa hal-hal demikian itu ternyata juga harus ada yang dikorbankan. Inilah suatu hukum dari kehidupan sosial. Motif untuk memberi pendidikan dalam cerita ini terutama terlihat dari kesediaan Ki Ageng Bangsri mengorbankan anaknya sendiri (Dewi Wiji) untuk tebusan yang dituntut oleh lawannya (Suro Nggoto) demi terbebasnya warga dari ancaman pembunuhan. Maka pesan yang hendak disampaikan oleh cerita seperti ini ialah hendaknya orang menjauhkan diri dari rasa iri dan dengki, menjauhkan diri dari tindakan-tindakan kekerasan, dan bersamaan dengan itu orang hendaknya juga sadar bahwa adanya dua karakter manusia seperti yang terwakili oleh Suro Nggoto (antagonis) dan Ki Ageng Bangsri (protagonis) sehingga terserah kepada folknya siapa di antara kedua tokoh itu yang dijadikan teladan dalam kehidupannya.
Dalam kehidupan empirik di lapangan, karakter yang melekat pada diri kedua tokoh itu, yaitu iri hati, keras kepala, suka menyelesaikan masalah dengan cara-cara kekerasan (Ki Suro Gnggoto) yang dilawankan dengan kehalusan, keberanian, dan kesediaan berkorban (Ki Ageng Bangsri) secara tidak langsung juga merepresentasikan karakter folknya. Oleh karenanya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersangkutan, sering menunjukkan umpatan kebencian, atau mengekspresikan pujian pada diri sendiri atau kelompoknya dengan memposisikan diri sebagai “anak keturunan” sang tokoh. Umpatan seperti: “dasar keturunan Suro Nggoto!” yang dialamatkan kepada orang kedua (lawan bicara), maupun pujian diri, seperti: “lho, belum tahu tho dengan anak turun Ki Ageng Bangsri?”, adalah gambaran mengenai pengidentifikasian berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya dari cerita rakyat yang beredar dan hidup di lingkaran folk-nya sendiri.
Demikian pula, pengguna “tokoh santri” yang ditampilkan oleh penuturnya dalam cerita ini, mengidentifikasikan bahwa mayoritas penduduk di desa-desa di wilayah itu cenderung adalah kelompok santri pula. Mengapa? Karena tanpa menunjukkan kemiripan antara tokoh dalam cerita dengan umumnya folk (pendengar), maka cerita rakyat yang bersangkutan tidak akan mendapat pendukungnya. Logika ini juga berlaku untuk menjelaskan cerita rakyat yang berasal dari desa Cepogo, Bucu, dan Sumanding.
Pada ketiga desa itu, nenek moyang (danyang)-nya adalah sama yaitu “Srikandi”. Danyang Srikandi ini hadir di antara tokoh lain, Harjuna, Subadra, dan Semar. Tokoh-tokoh itu pada dasarnya adalah tokoh-tokoh yang terambil dari tokoh dan kronik yang bersumber dari kisah pewayangan. Karena kuatnya pengaruh cerita-cerita wayang bagi umumnya masyarakat yang bersangkutan, maka seakan-akan tokoh-tokoh itu hadir dalam kehidupan empirik dan bukan lagi bersifat imajinatif.
Kuatnya pengaruh tokoh-tokoh wayang bagi ketiga masyarakat tersebut juga karena dari segi keagamaan masyarakat di tiga desa itu, basiknya adalah bertipologi Kejawen, yaitu suatu penghayatan keagamaan yang umumnya dipilih orang Jawa dengan cara melakukan sinkretisme antara filsafat-filsafat kehidupan yang diajarkan oleh Hindu-Budha dengan filsafat yang diajarkan dalam Islam.
Kalau dewasa ini, kepercayaannya kepada cerita-cerita pewayangan yaitu bahwa Srikandi diyakini sebagai danyang desa-desa itu semakin menyusut, hal ini antara lain adalah pengaruh masuknya pemahaman keagamaan yang dibawa oleh pemuka Muhammadiyah maupun NU. Mereka (masyarakat Bucu, Cepogo, dan Sumanding) yang mengaku beragama Islam tetapi masih kuat, tinggal terbatas pada generasi-generasi tua. Sementara untuk generasi mudanya, cenderung tidak mengingat bahkan tidak memperdulikan mengenai hal tersebut, suatu tanda dari gejala perubahan kebudayaan.
Kendatipun terjadi perubahan pensikapan terhadap cerita mengenai asal-usul desanya, tetapi tidak berarti bahwa folknya tidak mempercayai lagi terhadap kejadian-kejadian yang bersifat gaib. Kepercayaan kepada entiti-entiti yang bersifat gaib seperti tabiat jin atau setan yang selalu ingin mengganggu manusia, maupun kekuatan-kekuatan sakti yang dimiliki oleh para wali atau tokoh pendiri desa, masih tetap bertahan juga. Hal ini menggambarkan bahwa sebetulnya kekuatan sakti merupakan konsep umum yang berlaku dalam kognisi orang Jawa.
Pada cerita Desa Jlegong, perseteruan antara jin dan manusia sangat ditonjolkan. Dan dalam cerita itu, manusia memenangkan perseteruan itu. Kemenangan di sini dipilih oleh penutur cerita tersebut, sebagai pendidikan tidak langsung kepada generasi berikutnya, yaitu setiap orang yang kuat imannya (dicontohkan oleh Ratu Kalinyamata dan Nyai Singalelo) akan memenangkan atau terlepas dari godaan makhluk halus (setan). Pesan yang hendak disampaikan oleh cerita ini, ialah hati-hatilah terhadap godaan setan, dan perkuatlah iman jika ingin memenangkan diri dari godaan setan itu.
Kekuatan iman, kesalehan hidup, dan kebiasaan berlaku lurus, bukan saja akan menunjukkan kehormatan bagi yang bersangkutan, tetapi juga akan memberikan berkah bagi pihak lainnya. Syeh Maulana Maghribi (tokoh utama) pada cerita Desa Klelet, maupun tokoh Sunan Muria dan Amir Hasan pada cerita Karimun Jawa, adalah contoh yang dapat digunakan sebagai bukti historiknya.
Di luar tema-tema kesaktian itu, juga menarik diungkapkan yaitu asal-usul terbentuknya (nama) desa bisa jadi karena kebutuhan folk untuk melestarikan tokoh-tokoh tertentu yang pernah mengalami kesulitan hidupnya seperti cerita asal-usul terbentuknya nama Desa Ngasem, desa Ketileng, desa Tegal Sambi dan desa Teluk Awur. Motif yang ingin disampaikan oleh penutur cerita-cerita seperti ini adalah menyadarkan kepada folknya yaitu bahwa pada setiap kesulitan – sepanjang yang bersangkutan tidak berputus asa – selalu ada jalan keluarnya. Maka pesan dari cerita-cerita tersebut adalah teguh iman, dan tidak berputus asa adalah kewajiban bagi setiap orang yang ingin berhasil dalam hidupnya. Kek Soguna ketika babat-alas untuk mendirikan desa Sukodono adalah contoh konkritnya. Maka, cerita demikian ini memberi pesan kepada folknya terutama warga desa Sukodono, agar tabah menghadapi cobaan sebagaimana ketabahan Kek Soguna, tokoh pemula desa tersebut.

b. Motif dan Pesan pada cerita Pepunden atau Makam
Dalam kesadaran orang Jawa tentang “ruang”, makam atau punden adalah ruang sakral (lawannya: profan) dan keramat. Konsep “keramat” di sini berarti tempat yang dimuliakan dan oleh karena itu di seputar tempat makam itu, orang tidak bisa bertindak seenaknya kalau tidak ingin dirinya terkena afadz (celaka, apes, nasib buruk).
Makam atau punden sebagaimana yang dideskripsikan pada Bab III, halaman 82 di atas (terkumpul 10 cerita) semuanya adalah makam-makam yang sangat dikeramatkan oleh folknya. Ini menjelaskan bahwa makam yang dijadikan pepunden adalah makam dalam pengertian yang sangat khusus yaitu tempat para tokoh yang memiliki kesaktian-kesaktian dalam hidupnya, dan juga memberi nilai kemanfaatan terutama bagi masyarakat yang hidup sejamannya. Pangeran Senopati (dalam cerita Punden Senopati) adalah pahlawan perang melawan penjajah yang sangat pemberani sehingga dirinya bahkan kudanya (kuda sembrani) dianggap memiliki kesaktian-kesaktian tertentu. Punden Gundil adalah makamnya seorang waliyullah. Dan setiap waliyullah dalam pandangan masyarakat adalah memiliki atau diberi karamah (Jawa: keramat) oleh Allah berupa kelebihan-kelebihan.
Raden Mursal dan Raden Nurani (dalam cerita Makan RA. Nurani) dikenal oleh folknya sebagai orang yang memperhatikan orang-orang yang sengsara dalam hidupnya. Mereka sangat membantu orang-orang miskin, meskipun barang yang diberikan “terpaksa” harus mereka peroleh dengan cara mencuri milik orang-orang kaya yang tidak adil dan orang-orang kaya yang tidak memikirkan masyarakatnya.
Karena pengorbanannya selama masa hidupnya itulah maka generasi berikutnya melakukan penghormatan-penghormatan. Pada masyarakat-masyarakat tertentu, penghormatan itu diwujudkan dengan cara melakukan tradisi manganan di seputar makam/punden. Demikian juga bagi seseorang yang memiliki hajat atau nazar (disebut juga: kaul) misalnya ketika yang bersangkutan berhasil dalam usahanya, mereka melakukannya di seputar makam tokoh yang dikagumi.
Tindakan mengkeramatkan, mengunjungi, dan melakukan tradisi manganan di atas makam seperti ini – kalau tidak hati-hati, akan menimbulkan kesalahan ketauhidan dalam hal keagamaan, tetapi bagi yang sudah paham tata-caranya, maka mereka akan tahun bahwa sumber segala permohonan itu hanya Allah subhanahu wa Ta’ala. Tetapi bagi yang tidak memahaminya, dikhawatirkan akan mendekati bahkan masuk ke musyrikan. Sikap hati-hati itulah yang mendorong para tokoh agama yang ada di desa Kedung Leper, Kecamatan Bangsri, melakukan perubahan seperlunya terhadap “tradisi” sedekah bumi dan “manganan” yang semula dilakukan di seputar makam Mbah Suromoyo, “pepunden” desa itu, diubah tempat dan waktunya serta isinya. Sejak tahun 1990-an, upacara tradisional yang semula dilakukan pada bulan Apit (perhitungan bulan Jawa) diganti dengan bulan Agustus, tanggal malam 17, dan dilakukan di seputar kantor (kepala) desa. Begitu pula bentuk acaranya, kalau dahulu menekankan pada acara manganan di seputar makam, dewasa ini diubah dengan membaca kitab suci Alqur’an (30 juz), diikuti dengan mau’idhoh hasanah (semacam ceramah) dari seorang kyai, lalu diakhiri dengan doa. Sehabis do’a, masyarakat yang bersangkutan membagi-bagi makanan yang dibawa bersama untuk dimakan bersama di antara mereka yang hadir.
Pola demikian ini mencirikhasi kepada sistem berfikir keagamaan menurut pola berfikir warga masyarakat nahdliyyah (NU) yaitu tidak menghilangkan sama sekali tradisi ke-adat-an yang sudah ada, tetapi mengubah isi dan motivasi yang mendasarinya. Kalangan tokoh-tokoh masyarakat yang kebetulan adalah tokoh/ pengurus NU di tingkat desa (Kedungleper) menjelaskan sikap perubahan tradisi sedekah bumi dan acara manganan bersama itu dengan ungkapan: al mahafadzu alal qodish sholih wal akdu bil jadidil ashlah (tetap memelihara tradisi masa lalu yang dianggap sudah baik dan menyempurnakan kemudian dengan cara-cara yang lebih baik).
Pensikapan yang berbeda terjadi di kalangan warga Muhammadiyah yang tinggal di desa Bucu dan desa Cepogo, kecamatan Bangsri. Di kalangan tokoh-tokoh Muhammadiyah itu, segala tradisi ke-adat-an harus dihilangkan karena menurut mereka tradisi seperti itu tidak didapat keterangannya baik dalam alqur’an maupun sunnah rasul. Karena tuntutan warga Muhammadiyah seperti itu, maka sejak tahun 1990-an (tepatnya pada tahun 1993) tradisi makanan dan sedekah bumi di desa ini dihilangkan, sedang di desa Cepogo upacara ini hanya dilakukan oleh sebagian warga secara tidak merata. Dengan kata lain, warga Muhammadiyah yang jumlahnya relatif besar, sama sekali tidak mau terlibat bahkan mengambil jarak terhadap berbagai kegiatan yang dikaitkan dengan upacara-upacara adar. Apapun bentuknya.
Di luar corak pensikapan yang berbeda mengenai tradisi sedekah bumi dan acara manganan sebagaimana yang ditunjukkan oleh warga desa (mayoritas NU) di desa Kedungleper, dan warga masyarakat Muhammadiyah sebagaimana yang ada di desa Bucu, untuk desa-desa lain dengan cara-cara yang tetap. Masyarakat desa Kancilan, desa Bondo, desa Jerukwangi, dll, masih tetap melakukan tradisi adat ‘sedekah bumi’ dengan syarat-syarat yang ‘harus’ menyertainya, seperti memotong ternak untuk kegiatan makan bersama dan pertunjukan hiburan tradisional yaitu kesenian tayuban atau wayangan. Tanpa melakukan cara-cara yang ‘tepat’ dikhawatirkan akan mendatangkan bahaya seperti sakit atau hasil pertanian menjadi berkurang dsb. Dengan kata lain, meninggalkan tradisi berarti akan mencelakakan diri sendiri. Dari pensikapan demikian itu, maja umumnya masyarakat desa memang tidak mudah untuk melakukan perubahan-perubahan.

c. Motif dan Pesan Cerita Betara Sungging
Di luar cerita rakyat yang bertema asal-usul desa dan makam atau punden, orang Jepara umumnya sangat mengenal cerita tentang Betara Sungging karena tokoh inilah yang mengukir kemashuran orang Jepara dalam dunia kerajinan ukir.
Latar cerita rakyat yang berjudul Betara Sungging ini terjadi di dalam kerajaan Jepara. Tokoh tokohnya yaitu Joko Sungging (tokoh utama), raja (bupati) Jepara, lalu permaisuri raja dan patih (sebagai tokoh pemban¬tu).
Alur yang digunakan adalah alur lurus (sebagaimana umumnya cerita cerita lisan) dan konflik ber¬awal dari kecuri¬gaan raja terhadap kejujuran (moral) Joko Sungging. Kecuri¬gaan itu muncul setelah Joko Sungging dengan tidak sengaja memberi tanda pada bagian alat vital lukisan (patung) permai¬suri raja yang dibuatnya.
Penyelesaiannya, Joko Sungging dihukum dengan cara di¬naikkan di atas layang layang. Namun karena dia adalah pahla¬wan, hukuman itu menjadi awal dari kejayaannya. Cerita rakyat Ki Joko Sungging atau Betara Sungging dengan gaya tuturan se¬perti itu, memberi dua kepuasan sekaligus kepada kolektifnya. Pertama sebagai pengingat, dan kedua sebagai hiburan. Sebagai pengingat, karena legenda dapat memeliha¬ra perasaan soli¬dari¬tas suatu kolektiva; memberi jalan yang dibe¬narkan oleh suatu masyarakat agar seorang dapat bersikap lebih superior daripada orang lain. Superioritas itu dilegetimasi lewat sejumlah kelu¬arbiasaan tokohnya. Sang tokoh digambarkan sebagai manusia di atas manusia biasa, basyarun la kal basyari. Ini nampak sekali dari cara penonjolan sang tokoh secara berlebihan. Dalam hal ini. Ki Joko Sungging dilukiskan sbb: (1) memiliki keahlian membuat patung manusia; (2) bisa terbang di atas layang layang; dan (3) apa yang diucapkan atau diramalkan menjadi kenyataan.
Penonjolan seperti itu, ber¬fungsi untuk (1) meneguhkan kepercayaan bahwa kolektifnya berada di atas kolektif yang lain; (2) memberikan pengesahan terhadap aktivitas yang dila¬kukan bersama, seperti kerajinan ukir; dan (3) menyadarkan pada sikap kebersamaan.
Pada sisi lain, penonjolan demikian nampak bersikap berat sebelah. Sikap berat sebelah seperti itu merupakan soal nilai menilai ketika warga yang bersang¬kutan menanggapi aktiv¬itas kehidupan mereka sendiri, yaitu aktivitas dalam bidang kerajinan ukir. Untuk membenarkan penilaiannya, mereka mencari pengesah¬an lewat cerita rakyat Ki Joko Sungging. Legenda sema¬cam ini, sebagai mana Bascom dan Dundes (lihat Danandjaja, 1984: 4 dan 1980: 151), katakan, juga men¬cermin¬kan angan angan, atau ide kelompok; di samping sebagai sarana pe¬ngesahan pranata pranata dan sistem kebuda¬yaan; sebagai alat pendidi¬kan; dan sebagai alat pe¬maksa serta pengawas.
Pesan pesan Ki Joko Sungging seperti (1) “Tak wariske anak putuku supoyo bisa digawe nyam¬but gawe ing dina mburine” [Ku¬wariskan peralatan yang jatuh itu kepada semua anak cucuku agar pada hari hari depannya dapat dipakai sebagai pera¬latan kerja]; (2) “Sopo wae, ono ing mbesuke, gelem uri uri ukir, bakal iso urip, cukup sandang pangane” [Siapa saja nanti, berkemau¬an melestarikan ukir mengukir, akan bisa hidup, cukup sandang pangan], meneguhkan semangat kerja kolektif yang ber-sangkutan. Dengan mengenal cerita Ki Joko Sungging ini, orang Jepara mengidentifikasi diri sebagai “pewaris keahlian mengukir”. Jika tidak mewarisinya, maka muncul ungkapan sinis: “Anda orang Jepara, mengapa tidak bisa mengukir?”.
Pada sisi lain, legenda Ki Joko Sungging juga menghadir¬kan hiburan bagi kolektifnya. Memberi hiburan karena legenda ini merekam kelu¬cuan dan memuat kelakuan orang dewasa. Dengan demikian ia memberikan suatu cara pelarian yang menye¬nangkan dari dunia nyata yang penuh kesukaran, se¬hingga dapat mengubah pekerjaan yang membo¬sankan menjadi permainan yang menyenang¬kan.
Ungkapan seperti: (1) Ketika mengencingi, kemaluan Joko Sungging tegak berdiri. Yang lebih aneh, kayu yang dikencingi itu justru mengeluarkan bau yang amat harum, sehingga oleh Joko Sungging, kayu itu dinamakan kayu cendana. Dari kayu ini pula patung permaisuri raja dibuat; (2) tunggal rasa [hu¬bungan kelamin] dengan Joko Sungging; (3) “Apabila diberi “makan” dua tiga kali sehari, masih tetap merasa kurang…”, jawabnya; dan (4) Dalam pertemuan kembali antara sang per¬mai¬suri dengan Joko Sungging inilah mereka berdua “mema¬du rasa”.
Sisipan kata kata “porno” yang dipadu dengan kisah perjalanan dan kemampuan mengkisahkan oleh para pembawa cerita, akan mengundang gelak tawa, menyenangkan dan mempermudah mengingat ingatnya.
Pada akhirnya, kedua fungsi tadi (pendidikan dan hiburan) menjadi unsur penting dalam membentuk identitas dan solidari¬tas kolektifnya.

Seni Ukir Jepara

LEGENDA

Dikisahkan seorang ahli seni pahat dan lukis bernama Prabangkara yang hidup pada masa Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, pada suatu ketika sang raja menyuruh Prabangkara untuk membuat lukisan permaisuri raja sebagai ungkapan rasa cinta beliau pada permaisurinya yang sangat cantik dan mempesona.

Lukisan permaisuri yang tanpa busana itu dapat diselesaikan oleh Prabangkara dengan sempurna dan tentu saja hal ini membuat Raja Brawijaya menjadi curiga karena pada bagian tubuh tertentu dan rahasia terdapat tanda alami/khusus yang terdapat pula pada lukisan serta tempatnya/posisi dan bentuknya persis. Dengan suatu tipu muslihat, Prabangkara dengan segala peralatannya dibuang dengan cara diikat pada sebuah laying-layang yang setelah sampai di angkasa diputus talinya.
Dalam keadaan melayang-layang inilah pahat Prabangkara jatuh di suatu desa yang dikenal dengan nama Belakang Gunung di dekat kota Jepara.
Di desa kecil sebelah utara kota Jepara tersebut sampai sekarang memang banyak terdapat pengrajin ukir yang berkualitas tinggi. Namun asal mula adanya ukiran disini apakah memang betul disebabkan karena jatuhnya pahat Prabangkara, belum ada data sejarah yang mendukungnya.

SEJARAH

1. Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, terdapat seorang patih bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa (Kamboja) ternyata seorang ahli memahat pula. Sampai kini hasil karya Patih tersebut masih bisa dilihat di komplek Masjid Kuno dan Makam Ratu Kalinyamat yang dibangun pada abad XVI.
2. Keruntuhan Kerajaan Majapahit telah menyebabkan tersebarnya para ahli dan seniman hindu ke berbagai wilayah paruh pertama abad XVI. Di dalam pengembangannya, seniman-seniman tersebut tetap mengembangkan keahliannya dengan menyesuaikan identitas di daerah baru tersebut sehingga timbulah macam-macam motif kedaerahan seperti : Motif Majapahit, Bali, Mataram, Pajajaran, dan Jepara yang berkembang di Jepara hingga kini.

Yel Yel Banaspati (Barisan Suporter Persijap Sejati)


DARI PELOSOK sampe ke kota,,,

kami datang untuk persijap,,,

sorak-sorak nyanyikan kemenangan,,

ho ho ho hoooo,,,2x

persijapku jangan lah ragu,,,

banaspati menemani langkahmu,,,

banaspati selalu mendukungmu,,,

apapun yang terjadi

akan kami hadapi

ka...rna kami banaspati sejati,,,,

ho,,hooo,hooo,hoooo,,,,,2x

Sabtu, 22 Januari 2011

PANTAI KARTINI JEPARA

Kota Jepara selain terkenal dengan kota ukir, ternyata juga mempunyai keindahan alam yang amat elok terutama dengan keindahan alam pantainya. Sebagai kota yang terletak di wilayah utara pulau Jawa maka tak heran lagi kalo jepara memiliki tempat pantai yang cukup panjang. Salah satu pantai yang cukup mudah dinikmati yaitu Pantai Kartini.
Pantai Kartini letaknya sangat mudah dijangkau karena letaknya yang sangat berdekatan dengan terminal kota Jepara, dari terminal kita dapat berjalan kaki atau naik becak menuju pantai kartini.
Disana selain kita dapat menikmati indahnya pantai Kartini kita dapat juga menikmati naik perahu atau kapal motor menuju Pulau Panjang atau bahkan ke pulau Karimunjawa. Sementara disekitar pantai kartini kita dapat menikmati berbagai fasilitas dan hiburan untuk anak anak seperti kereta kelinci, mobil dan sepeda motor dengan ACCU untuk anak anak, dan juga berbagai macam souvenir khas kota Jepara. O iya di dalam pantai Kartini ada sebuah bangunan yang berbentu KURA KURA raksasa.
Apabila lapar kita dapat menikmati sedapnya ikan bakar yang banyak dijual disekitar lokasi pantai Kartini.